Sebelum kita membahas apa yang dimaksud dengan “penurunan tekanan uap” maka akan lebih mudah jika kita memahami terlebih dahulu tentang proses penguapan.
Sediakan beaker glass yang berisi air. Apa yang terjadi pada volume
air jika beaker glass berisi air tersebut dibiarkan ditempat terbuka
untuk beberapa jam? Saya yakin kamu pasti tahu jawabanya, tentu saja
volume air akan berkurang disebabkan adanya proses penguapan.
Karena beaker glass tidak tertutup maka jika dibiarkan terus menerus
air dalam beaker glass akan habis menguap semua. Hal ini berbeda jika
kita melakukannya pada ruang tertutup. Sekarang sediakan air didalam
wadah tertutup yang dihubungkan dengan pengukur tekanan seperti gambar
dibawah ini:
Pada awal percobaan maka ketinggian dikedua kaki pipa akan sama sebab
belum ada molekul air yang menguap. Bila kita biarkan beberapa jam maka
terjadi perubahan ketinggian raksa pada pipa U (gambar tabung sebelah
kanan).
Perubahan ketinggian kaki pada pipa U tersebut menandakan adanya
tekanan yang disebabkan oleh molekul air yang telah menguap. Molekul air
yang berada dipermukaan air akan mulai menguap terus menerus sampai
diperoleh keadaan setimbang.
Pada keadaan setimbang ini maka jumlah molekul air yang menguap
meninggalkan cairan akan sama dengan jumlah molekul air yang masuk
kedalam cairan. Nah tekanan yang terjadi pada saat suatu liquid berada
pada keadaan setimbang dengan uap molekul liquid yang berada diatasnya
inilah yang disebut sebagai “Tekanan Uap Liquid”.
Istilah liquid yang saya pakai diatas adalah merujuk pada air, etanol,
bensena, dan senyawa-senyawa lain yang berwujud cair dimana zat ini pada
umumnya dipakai sebagai pelarut, maka istilah “tekanan uap liquid”
untuk pembahasan selanjutnya disebut sebagai “tekanan uap pelarut”.
Besarnya tekanan uap pelarut tidak terpengaruh oleh jumlah pelarut
itu sendiri melainkan dipengaruhi oleh suhu. Jadi pada temperature yang
berbeda maka tekanan uap pelarut akan berbeda pula. OK, misalnya pada
suhu kamar (25 C) diperoleh bahwa tekanan uap air adalah sebesar 20
mmHg.
Bagaimana jika kita melarutkan zat yang nonvolatile (zat yang tidak
mudah menguap) contohnya glukosa ke dalam air dan mengukur tekanan
uapnya lagi? Misalnya pada suhu yang sama kita mengukur tekanan uap
larutan glukosa dan diperoleh tekanan sebesar 18.5 mmHg.
Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan menurunkan tekanan
uap pelarutnya. Contoh diatas adalah pada suhu 25 C tekanan uap air
murni adalah 20 mmHg dan larutan glukosa dala air pada suhu yang sama
tekanan uapnya adalah 18.5 mmHg
Nilai tekanan uap yang lebih kecil untuk larutan ini menandakan bahwa
molekul pelarut menguap diatas larutan jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah molekul yang menguap diatas pelarut murni.
Lihat gambar dibawah ini agar lebih mudah memahami.
Perhatikan gambar diatas. Sebelah kiri adalah air, sedangkan
disebelah kanan adalah larutan glukosa. Lingkaran putih menunjukkan
molekul air yang menguap. Jumlah molekul diatas larutan jauh lebih
sedikit jika dibandingkan dengan pelarut murni yang ada disebelah kiri.
Jika kita punya dua buah beaker dimana satu beaker berisi air dan
yang lain berisi larutan asam sulfat, selanjutnyakeduanya kita tutup
dengan penutup kaca (perhatikan gambar berikut):
Maka setelah beberapa jam volume air akan berkurang sedangkan volume
larutan asam sulfat akan bertambah. Ini terjadi akibat tekanan uap
pelarut murni lebih besar dibandingkan dengan tekanan uap larutan.
Molekul air dari beaker yang berisi air akan terus menguap dan menuju ke
permukaan larutan yang ada dibeaker berisi asam sulfat. Molekul-molekul
air ini kemudian mengembun sehingga menyebabkan volume larutan asam
sulfat bertambah. Hal ini akan terjadi terus menerus sampai diperoleh
keadaan setimbang yaitu saat semua air habis.
Dari percobaan diatas kita tahu bahwa tekanan uap larutan adalah
lebih besar dari tekanan uap pelarut oleh sebab itulah maka sifat
koligatif ini disebut sebagai “Penurunan Tekanan Uap Larutan”.
Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya?
1. Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan memperkecil jumlah
molekul pelarut per unit volumenya, dengan semakin kecilnya jumlah
molekul pelarut tiap satuan volume yang ada di dalam larutan jika
dibandingkan dengan jumlah molekul pelarut yang terdapat dalam pelarut
murni akan memperkecil pula jumlah molekul yang dapat menguap dengan
demikian tekanan uapnya pun akan turun. Untuk mempermudah pengertian
makavolume besar maka luas permukaan besar, sedangkan volume kecil maka
luas permukaan kecil sehingga jumlah molekul H2O yang akan menguap pun
jumlahnya berbeda.
2. Dalam bentuk energi (entropi) maka adanya zat terlarut dalam suatu
pelarut akan meningkatkan ketidakteraraturan di dalam pelarut.
Campuran (contohnya larutan) memiliki entropi yang lebh besar
dibandingkan dengan material tunggal (contoh pelarut murni). Kenaikkan
entropi ini akan menaikkan energi yang diperlukan untuk memindahkan
molekul pelarut dari fasa liguid ke fasa gas.
Bagaimana Menghitung Penurunan Tekanan Uap Larutan?
Hubungan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap pelarutnya
dijabarkan oleh Francois M. Raoult dimana dia mengeluarkan rumus sebagai
berikut:
P = Tekanan uap larutan
Po = Tekanan uap pelarut murni
Xp = Fraksi mol pelarut
Fraksi mol (X) dinyatakan sebagai perbandingan antara mol suatu spesies dengan mol total dimana spesies itu berada. Jadi misalnya suatu larutan dibuat dari pelarut air dan zat terlarut berupa urea. Maka fraksi mol masing-masing dapat dinyatakan sebagai berikut:
Xair = mol air/mol air + mol urea dan Xurea = mol urea/mol air + mol urea
Jumlah fraksi mol setiap penyusun campuran jika dijumlahkan akan diperoleh nilai = 1, jadi untuk fraksimol larutan urea diatas maka :
Xp = 1 – Xt…………(2)
P = Po – Xt.Po
P – Po = Xt.Po
Tips
Penurunan tekanan uap dapat dicari melalui persamaan 1 ataupun 3. Yang perlu diingat adalah jika Anda menggunakan rumus 1 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xp (fraksi mol pelarut) jika menggunakan rumus 3 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xt (fraksi mol zat terlarut).
Bagaimana jika zat terlarut di dalam suatu pelarut bersifat volatile?
Penjelasan diatas lebih kita fokuskan kepada suatu larutan yang zat terlarutnya bersifat nonvolatile, lalu bagaimana dengan larutan yag dibangun dari zat terlarut yang bersifat volatile?
Contoh campuran ini adalah air-etanol, bensena-toluena, atau aseton-etil asetat. Karena zat terlarut bersifat volatile maka uap zat terlarut ini berkontribusi terhadap total uap larutan. Uap yang terdapat didalam larutan jenis ini dibangun dari molekul zat terlarut dan molekul pelarut. Perhatikan gambar agar lebih mudah dimengerti.
Maka total tekanan uap larutan dapat dinyatakan dengan rumus:
P1 = X1.P1o
P2 = X2.P2o
P3 = X3.P3o
Pn = Xn.Pno
Perlu diingat bahwa Hukum Rauolt berlaku hanya untuk larutan yang bersifat ideal atau larutan encer (dengan konsentrasi rendah. Dimana larutan ideal dicapai jika interaksi antara solute-solut, solvent-solvent, solute-solvent adalah hampir sama. Campuran yang memenuhi hukum Raoult (bersifat ideal) contohnya adalah bensena-toluena. Pencampuran keduaya menghasilkan entalpi yang hampir bernilai nol “0” sehingga campuran ini bersifat “ideal”. Grafik larutan ideal digambarkan dalam gambar berikut ini:
Jika pada waktu melarutkan zat terlarut ke dalam suatu pelarut dibebaskan panas (eksoterm) maka nilai entalpinya adalah negative maka kita dapat mengasumsikan adanya interaksi yang kuat antara pelarut dan zat terlarut hal ini menyebabkan pelarut memiliki tendensi yang kecil untuk menguap maka nilai tekanan uap larutannya akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang diramalkan dari hukum Raoult, peristiwa ini disebut sebagai “deviasi negative hukum Raoult”. Contoh melarutkan aseton dengan air atau campuran antara kloroform dengan aseton. Interaksi kuat aseton-air atau aseto-klorofom disebabkan terbentuknya ikatan hidogen diantara keduanya. Grafik deviasi negative ini akan tampak seperti ini:
Jika kita melarutkan zat terlarut dalam pelarut dimana terjadi penurunan suhu (endoterm) nilai entalpi positif, ini mengindikasikan adanya interaksi yang lemah antara pelarut dengan zat terlarutnya. Akibatnya zat terlarut dan pelarut sama-sama memiliki tendensi untuk menguap sehingga nilai tekanan uapnya akan jauh lebih tinggi dari hasil yang diperoleh (diprediksikan) dengan hukum raoult, peistiwa ini disebut sebagai “deviasi positif hukum raoult”. Contoh melarutkan etanol dalam heksana, bensena-etil alkohol, karbondisulfida-aseton, atau klorofom-etanol. Grafik deviasi positif hukum raoult digambarkan seperti ini:
0 komentar:
Posting Komentar